Mengganti Puasa Bagi Wanita

Ada beberapa catatan khusus mengenai puasa bagi wanita. Dua istilah yang akan sering dipakai adalah qadha dan fidyah. Qadha artinya mengganti puasa yang ditinggalkan pada hari di luar ramadhan. Fidyah adalah memberi makan satu orang fakir/miskin seperti yang biasanya dikonsumsi, sesuai dengan jumlah hari yang ditinggalkan.

1. Haid dan nifas

  • Bagi wanita yang berhalangan puasa karena haid dan nifas maka wajib baginya untuk mengqadha (berpuasa) di hari lain.
  • Jika haid berhenti di tengah hari, maka dianjurkan (bukan wajib) baginya untuk berpuasa.
  • Diperbolehkan meminum obat penunda haid selama tidak menimbulkan dampak negatif. Oleh karena itu, sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter spesialis kecuali jika telah biasa melakukannya. Adapun bagi wanita yang belum menikah, tidak sepatutnya meminum oba-obatan seperti ini.

2. Hamil dan menyusui

Ada banyak pendapat mengenai cara mengganti puasa ramadhan bagi wanita yang tengah hamil atau menyusui. Ada yang berpendapat harus mengqadha, ada yang dengan membayar fidyah dan ada yang menghukuminya dengan mengqadha dan membayar fidyah.

Yang paling kuat adalah pendapat Ibnu Abbas dan Ibnu Umar yang menyatakan bahwa bagi mereka adalah cukup membayar fidyah. Akan tetapi bagi wanita yang mempunyai jarak kehamilan berjauhan antara anak yang satu dengan yang berikutnya, maka jumhur ulama menyatakan baginya adalah mengqadha.

Hukum ini didasarkan prinsip peringanan dan menghilangkan kesulitan yang berlebihan.

Bagaimana dengan kehamilan yang pertama? Baginya adalah membayar fidyah karena dia tidak tahu kapan akan hamil lagi. Allohu’alam.

3. Jimak (berhubungan suami istri) di siang hari

Batalnya puasa karena berjimak di siang hari maka wajib bagi pelakunya untuk mengqadha dan membayar kifarat. Kifarat itu adalah:

  1. Membebaskan budak
  2. Berpuasa 2 bulan berturut-turut
  3. Memberi makan 60 orang miskin

Kifarat ini berdasarkan urutan, bukan pilihan. Jika memilih makan enak bagi yang kaya :). Karena perbudakan sudah tidak ada lagi (kecuali di Sunda. Budak lethik: anak kecil :)), maka melakukan puasa 2 bulan berturut-turut. Jika pada hari ke 59 batal puasanya (kecuali karena uzur syar’i seperti haid), maka puasa sebelumnya dianggap hangus, harus mengulang dari awal. Jika tidak mampu berpuasa, maka memberi makan 60 orang miskin.

Berjimak karena lupa, tidak membatalkan puasa. Namun sangat kecil kemungkinan suami istri bareng lupa kalau tengah berpuasa, maka berhati-hatilah. Hindari hal-hal yang mengarah ke sana.

4. Dalam perjalanan

Jika seorang wanita tengah melakukan perjalanan, sebaiknya melakukan puasa atau tidak, maka yang utama baginya adalah yang paling memudahkannya. Jika ternyata baginya sulit untuk mengqadha di hari lain, misalnya karena lingkungan yang tidak mendukung jika berpuasa sendirian, maka sebaiknya dia berpuasa. Jika terasa berat jika dia berpuasa, maka sebaiknya dia berbuka. Menggantinya adalah dengan mengqadha.

5. Sakit

  • Jika peyakit menahun (pikun, TBC, dll) menggantinya dengan membayar fidyah.
  • Jika penyakit ringan maka dengan mengqadha. Usahakan untuk berpuasa dulu, jika kondisi kesehatan semakin memburuk, barulah berbuka. Jadi, tidak ada alasan bagi yang kutilan atau jerawatan untuk tidak berpuasa 😉

Sumber: Qardhawi, Yusuf. (2010) : Fiqih Puasa.

Leave a comment