KNSI 2011- Hari Pertama di Medan

Apa yang terlintas di benak Anda ketika mendengar kata Medan?! Mungkin ketika medengar kata itu, Anda akan ingat Danau Toba yang indah, bolu gulung Meranti yang lembut, atau suku Batak lengkap dengan “horas”-nya.

Alhamdulillah, saya punya kesempatan untuk berkunjung ke Medan.  Ini hal yang luar biasa bagi saya. Walau pun saya berasal dari Sumatera, Jambi,  tapi  entah kapan saya bisa ke Medan. Kesempatan itu datang ketika saya mengikuti Konferensi Nasional Sistem Informasi (KNSI) 2011 yang diselenggarakan di kota Medan, pada 25-26 Februari 2011.

Saya bersama beberapa teman ITB berangkat sehari sebelum pelaksanaan KNSI. Alasan ilmiahnya, agar tidak tergesa-gesa ke lokasi KNSI.  Karena jika berangkat pagi pada hari H dari Bandung, khawatir akan terjebak macet dan sebagainya. Tapi alasan utamanya adalah agar bisa jalan-jalan terlebih dahulu. Panitia hanya memfasilitas jalan-jalan ke Danau Toba untuk hari kedua. Kan rugi tuh, sudah jauh-jauh melintasi selat sunda, tapi cuma ke Danau Toba. Akhirnya kami sepakat untuk berangkat sehari sebelumnya.

Kami tidak menginap di penginapan yang disediakan panitia. Ada teman saya yang orang tuanya sedang ada proyek di Medan mencarikan kami hotel yang keren tapi dengan harga murah plus mobil untuk mengantar jemput ke mana saja kami mau. Kami menginap di Swiss belhotel. Harga normal perkamar sekitar Rp 660.000, tapi karena yang mengurus pemesanan atas nama perusahaan ortu teman saya tersebut, kami mendapat diskon hingga harganya menjadi Rp 450.000/malam.

Berangkat menuju bandara Husein Sastranegara jam 04.30 WIB karena penerbangannya jam 06.00. Dibela-belain karena dapat tiket promo, Sodara-sodara. Sampai di Bandara Polonia Medan jam 08.15 WIB. Sesampainya di sana, mobil jemputan kami sudah menunggu. Dari sana kami diantar oleh Pak Gunawan (utusan ortu teman) sarapan pagi di rumah makan Sinar Pagi, di jalan sei deli 2, D/1 Medan, Telp 061-4530728. Ada kejadian unik. Begitu duduk di warung makan ini, pegawainya langsung menodong kita dengan pertanyaan mau pesan apa. Awalnya saya pikir akan ada menu yang akan disodorkan kepada kami, tapi ternyata menu disampaikan secara lisan. Teman saya yang asli Sunda (plus dengan gelar ‘makhluk halus’), kagetnya minta ampun. Mereka menawarkannya seperti orang memaksa atau marah 😀

Menu yang ditawarkan antara lain sop daging, sop ayam, soto paru, dan sebagainya. Ada yang berkuah bening atau santan. Di atas meja disediakan pergedel kentang, peyek udang, nasi tambahan, pisang, krupuk. Harga terpisah pastinya. Untuk minuman, seperti kebanyakan tempat makan. Aneka juice dan minuman botol. Saya memesan sop daging yang rasanya muantep banget, Gan. Plus juice jeruk. Baik untuk kesehatan nih juice. Saya harus fit selama di Medan. Harganya tidak tahu, Gan karena kami ditraktir Pak Gunawan. U… yeaaah.

 

Sarapan Sop

 

Selesai makan, kami mengantar Pak Gunawan ke kantornya dan selanjutnya kami ditemani Pak Lilik, Sang sopir yang sangat baik. Kami lalu meluncur ke tempat yang wajib dikunjungi wisatawan, Masjid Raya Al-Mashun dan Istana Maimun. Di Masjid Raya, yang sangat menarik adalah desain interior dari langit-langit masjid yang sangat artistik. Indaaah sekali. Selain itu, di sana kita bisa mendapati Al Qur’an besar tulisan tangan asal Pakistan yang usianya sudah mencapai 35 tahun. Uniknya lagi, terjemahannya dalam bahasa arab juga ditulis di tepi halaman membentuk bingkai. Di bagian samping masjid ada kuburan keluarga Sultan. Jika ada keluarga sultan yang meninggal, akan dibangun tenda yang melindungi dari hujan dan ‘rumah-rumahan’ dari kayu di atas makamnya. Makam tersebut akan dibacakan Al Qur’an hingga khattam (tamat) hingga 7 kali. Setelah itu tenda dibuka. Sedangkan ‘rumah-rumahan’ dibiarkan hingga lapuk atau hancur dengan sendirinya. Saya kurang mendengarkan apa filosofi di balik itu. Secara Islam sendiri tidak ada kewajiban untuk membangun tenda dan rumah-rumahan atau membacakan sampai khattam 7x. Tapi membacakan Al Qur’an sendiri itu adalah suatu kebaikan.

 

Bangunan utama Masjid Raya

Yang berkubah kecil adalah tempat wudhu khusus wanita

 

 

Mimbar khutbah

 

Selesai foto-foto, kami meluncur ke Istana Maimun. Saya dan teman-teman hanya masuk ke bangunan utamanya. Di dalam bangunan utama ini terdapat singgasana dan foto-foto keluarga Kesultanan sejak awal hingga kini, Sultan yang baru berusia 14 tahun. Sayangnya di dalam bangunan ini ada stan yang menjual cinderamata dan tempat berfoto dengan kostum yang disewakan. Menurut saya ini merusak kesakralan istana. Sangat beda rasanya dengan Kraton Jogja. Karena di luar mulai hujan, pedagang ramai berteduh di pintu masuk bangunan utama. Saya beli bros Rp 15.000/buah. Harga standar sih dengan yang ada di Bandung. Hanya saja desain atau bentuknya yang beda.

Istana Maimun

 

Setelah itu kami kembali ke bandara untuk menjemput 2 orang teman yang berangkat belakangan dari Surabaya dan Jakarta.  Kami lalu diajak makan siang oleh Pak Gunawan. Kali ini ke tempat yang terkenal dengan bawal steam-nya. Di sini uniknya, makanan pendamping akan ditawarkan oleh seorang pelayan yang membawa nampan berisi penuh makanan. Ada lalapan plus sambal terasi, sambal teri medan dan kacang tanah, udang goreng dan lain-lain. Menu utama kami pastinya bawal steam yang luaarrr biasa lezatnya. Minuman yang saya pesan adalah juice terong belanda dicampur dengan markisa. Rasanya asam.

 

Bawal steam. Yummy

 

Rencana awal kami akan ke Brastagi, tapi karena hujan, kami memutuskan untuk beristirahat di hotel selesai makan siang. Sampai hotel, bukannya langsung istirahat, tapi menyempatkan diri mengunjungi mall yang berdampingan dengan hotel sekalian beli air mineral. Hotel hanya menyediakan ukuran 800ml. Mana cukup untuk saya yang doyan minum. Selesai sholat, teman sekamar saya memilih untuk tidur, sedangkan saya harus mengirimkan soal UTS ke tempat kerja. Lalu rebahan sembari nonton tivi.

Malam harinya kami makan mie Aceh di luar. Mie aceh rebus pilihan saya walaupun aslinya ingin nyicip yang goreng :P. Harganya murah untuk menu yang berkisar Rp 8.000-15.000. Ternyata dosen kami, Pak Husni mengajak bertemu di Merdeka Walk. Akhirnya ke sana juga karena sebelumnya rencana makan di sana kami batalkan karena gerimis. Ya sudah, foto-foto deh. Yang membuat saya tersenyum adalah Bapak menginap di hotel Aston yang berada di seberang jalan Merdeka Walk. Hahai, mudah-mudahn bisa menginap di sana suatu hari nanti. Gedung Hotel Aston sendiri sangat artistik. Sayang siangnya tidak sempat memotret. Alhasil hanya tampilan malam yang diabadikan.

 

Merdeka Walk

Kami kembali ke hotel untuk beristirahat. Tidak berapa lama, teman baik saya semasa SMA sampai di hotel untuk bersilaturahmi. 11 tahun tidak berjumpa, ada banyak yang sudah terjadi dan berubah. Namun ada sifat yang tetap ada pada diri teman saya yaitu rendah hari dan seorang pendengar yang baik, secara selama 2 jam bertemu, saya yang banyak bicara :D. Setelah dia pulang, saya beristirahat. Niat untuk belajar terkalahkan oleh rasa kantuk yang luar biasa.

Tulisan lainnya:

pengalaman hari kedua

pengalaman hari ketiga

pengalaman hari terakhir

behind the scene